Agar kejadian kemarin terulang.Jam berapa aku berangkat. Mungkin sapu tangan ini saja suatu kealpaan. Bokep Si Junior melemah. Dadaku berguncang. Toh masih ada hari esok.Aku bergegas naik angkot yang melintas. Aku masih mematung. Aku tersetrum. Masih ada esok. Sudah tiga tahun, benda ini tak kurasakan Sayang. Kring..!“Mbak Hawin, telepon.” kataku.Ia berjalan menuju ruang telepon di sebelah. Mobil bergerak pelan, aku masih melihat ke arahnya, untuk memastikan ke mana arah wanita yang berkeringat di lehernya itu. Kali ini dengan telapak tangan. Kadang-kadang ketimun. Kini ia pindah ke paha, agak berani ia masuk sedikit ke selangkangan. Membuatku tidak berani. Kali ini lebih bertenaga dan aku memang benar-benar pegal, sehingga terbuai pijitannya.“Telentang..!” katanya.Kuputuskan untuk berani menatap wajahnya. Ia menikmati, tangannya mengocok Junior.“Besar ya..?” ujarnya.Aku makin bersemangat, makin membara, makin terbakar. Bodoh, bodoh, bodoh.Eh.., kesempatan, kesempatan, kesempatan. Aku masih di atas angkot. Bergantian Hawin kini telentang.“Pijit saya Mas..!” katanya melenguh.Kujilati payudaranya, ia melenguh.