Dari atas: Turun. Bokep Kedua kali ia memasukkan jari tangannya. Perempuan paruh baya itu pun masih duduk di depanku. Wanita muda itu mengikuti di belakang. Satu dua, satu dua. Wanita setengah baya itu merenggangkan bibirnya, ia terengah-engah, ia menikmati dengan mata terpejam.“Mbak Iin telepon..,” suara wanita muda dari ruang sebelah menyalak, seperti bel dalam pertarungan tinju.Mbak Iin merapihkan pakaiannya lalu pergi menjawab telepon.“Ngapaian sih di situ..?” katanya lagi seperti iri pada Iin.Aq mengambil pakaianku. Kemudian menyerahkan celana pantai.“Mbak Iin, pasien menunggu,” katanya.Majalah lagi, ah tdk aq harus bicara padanya. Atau jangan-jangan ia tdk masuk ke salon ini, hanya pura-pura masuk. Hap. Masih ada waktu bebas 3 jam. Aq tdk berpakaian kini. Aq menurut saja. Bau tubuh wanita setengah baya yg yg meleleh oleh keringat. Ia tdk lagi dingin dan ketus. Namun, tiba-tiba keberanianku hilang. “Oh ya. Mungkin sapu tangan ini saja suatu kealpaan. Makin lama suara sepatu itu seperti mengutukku bukan berbunyi pletak pelok lagi, tapi bodoh, bodoh, bodoh sampai suara itu hilang.Aq hanya mendengus. Nafasnya tercium hidungku. Masih melongo.“Tolong itu jendelanya direptin sedikit…” katanya lagi.“Ini…? Tdk apalah
